Senin, 02 November 2009

MAKALAH
PERUBAHAN PRILAKU
SETELAH PROMOSI KESEHATAN







DISUSUN OLEH :
1. Dwi Rhaudatun Naimah (S.08.)
2. Kartika Dewi (S.O8.355)
3. Norhayati (S.08.366)
4. Sali Marcalina(S.08.)
5. Yulia(S.08.388)

AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2008 / 2009







KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan yang berjudul “Perubahan prilaku setelah promosi kesehatan”.
Dalam pembuatan karya tulis ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan ini dapat selesai pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Guru-guru dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan semoga dengan selesainya tugas ini dapat bermanfat bagi pembaca dan teman-teman. “amin”


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.
Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
2. Rumusan Masalah
 PROMOSI KESEHATAN DAN PERILAKU
 BENTUK-BENTUK PERUBAHAN PERILAKU
 STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU
 KOMUNIKASI PERUBAHAN PRILAKU
 PERILAKU MASYARAKAT SEHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN


BAB II
TINJAUAN TEORI

PROMOSI KESEHATAN DAN PERILAKU

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu kelompok, atau masyarakat (Blum;1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku, secara garis besar dapat dilakukan melalui 2 upaya yang saling bertentangan yaitu;
1. Tekanan (enforcement)

Upaya enforcement ini bisa dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan (Law enforcement), instruksi-instruksi, tekanan-tekanan (fisik atau non-fisik), sanksi-sanksi dsb. Pendekatan atau cara ini biasanya menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku ini tidak langgeng (sutainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.
2. Pendidikan (education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dsb melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersif (memaksa). Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat maka akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan.

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence green (1980), menurut Green perilaku dipengaruhi 3 faktor utama yaitu;
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Pemungkin/ Enambling
3. Faktor Penguat / Reinforcing

Dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas.



BENTUK-BENTUK PERUBAHAN PERILAKU

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3 yaitu
1. Perubahan Alamiah (natural change)
Perilaku manusia selalu berubah. sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Misalnya Bu Ani apabila sakit kepala membuat ramuan daun-daunan yang ada dikebunnya. Tapi karena perubahan kebutuhan hidup, maka daun-daunan untuk obat tersebut diganti dengan tanaman-tanamn untuk bahan makanan. Maka ketika ia sakit, dengan tidak berpikir panjang lebar lagi bu Ani berganti minum jamu buatan pabrik yang dapat dibeli diwarung.
2. Perubahan Terencana (planned change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek misalnya pak Anwar adalah perokok berat. Karena pada suatu saat ia terserang batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi merokok sedikit demi sedikit dan akhirnya berhenti.
3. Ketersediaan untuk berubah (readdiness change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat , maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU

Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan prilaku oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan
Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan meninbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Perubahan prilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersipat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
3. Diskusi partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktip berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang mereka peroleh akan lebih mantap juga bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Cara ini akan memakan waktu lebih lama dari cara yang kedua, dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama.

Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Promosi Kesehatan

Dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengembangkan kapasitas jaringan, KuIS membuka kesempatan bagi mitra lokal yang termasuk jaringan koalisi untuk mengajukan proposal program komunikasi perubahan perilaku untuk meningkatkan kesehatan di wilayah masing-masing. Setelah melalui proses seleksi, dari 60 proposal yang diajukan terpilih 15 program untuk didanai melalui skema small grant dari USAID.

Ke- 15 program komunikasi yang terpilih berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, kesehatan reproduksi, serta sanitasi dan kesehatan lingkungan, sebagai berikut:

• Program penanggulangan penyakit TBC diusulkan di Kabupaten Bima, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bandung, Kota Mataram, Jakarta dan Nias. Dalam program ini mitra KuIS melaksanakan kegiatan penjangkauan dan pemeriksaan suspect, pelatihan kader, serta pendampingan pasien dalam menjalani pengobatan. Melalui kerjasama ini, sedikitnya ditemukan 210 kasus TBC baru setelah dilakukan penyuluhan, penjangkauan dan pemeriksaan terhadap suspect diberbagai daerah. Sebagian besar dari mereka masih menjalani pengobatan dengan DOTS dan didampingi oleh para PMO (Pengawas Minum Obat) terlatih.

• Program peningkatan kesehatan reproduksi di propinsi Sumatera Utara, terutama di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, dan Kota Medan. Kini, di Kabupaten Langkat sudah terbentuk jaringan kesehatan keluarga yang memiliki 887 anggota. Mereka telah dilatih dan terus didampingi oleh para relawan dari koalisi lokal untuk melaksanakan perannya sebagai kader.

• Program sanitasi dam kesehatan lingkungan di Kabupaten Dairi (Sumatera Utara) dan Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat). Program ini berhasil mendorong masyarakat Dairi untuk melaksanakan gotong-royong dan mengumpulkan iuran untuk membuat alat penyaringan air, sumur dan septic tank. Sedangkan di Kota Mataram, kini telah terbentuk kelompok kerja untuk perbaikan kondisi kesehatan lingkungan di tiga desa.

PERILAKU MASYARAKAT SEHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitmya tersebut. tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasannya bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun symptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah pasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsip dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit dan takut biaya.
2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti yang telah diuraikan. alasan tambah dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasr pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapan mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Mencari pengobatan kepasilitas-pasilitas pengobatan tradisional(traditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan lain. Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada ditengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima olah masyarakat dari pada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, juga oengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung –warung obat dan sejenisnya termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah serius.
5. Mencari pengobatan kepasilitas-pasilitas pengobatan modern yang diadakan pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit.
6. Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan dalam menyiapkan diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua lingkungan komunitas.
2. Saran
Sebaiknya kita berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan masyarakat didukung oleh adanya kesadaran dan pemahaman tentang bidang yang diberdayakan, disertai kemauan dari kelompok sasaran yang akan menempuh proses pemberdayaan. Dengan begitu, kegiatan promosi kesehatan akan berlangsung dengan sukses.
Daftar Pustaka
World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari : http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
http://id.wikipedia.org/wiki/promosi kesehatan, diakses tanggal 25 September 2008
Iqi, Iqbal, 2008, Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com, diakses tanggal 15 Oktober 2008.
Kapalawi, Irwandi, 2007, Tantangan Bidang Promosi Kesehatan Dewasa Ini, dalam Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008.
Tawi, Mirzal, 2008, Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil dari http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalam-promkes, diakses tanggal 15 Oktober 2008
Taylor, Shelley E., 2003, Health Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill.
WHO, 1986, The Ottawa Charter for Health Promotion, Geneva: WHO, dari http://www.who.int/health promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal 25 September 2008.
WHO, 1998, Health Promotion Glossary, Geneva: WHO.

Kamis, 22 Oktober 2009

BAB I
PENDAHULUAN

Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat yang mampu memecahkan dan meningkatkan kesehatan. Dalam makalah ini dibahas mengenai masalah dan kebutuhan yang diperlukan WUS (Wanita Usia Subur) dan PUS (Pasangan Usia Subur). Yang merupakan masalah dari WUS yaitu mengenai keadaan organ kelamin, untuk itu diberikan promosi kesehatan mengenai alat kelamin dan penyakit yang sering mengganggu akibat infeksi. Selain itu, WUS juga harus diberi penyuluhan mengenai penyakit menular seksual (PMS) agar WUS tidak melakukan tindakan atau perbuatan berganti-ganti pasangan dalam usianya yang subur.
PUS juga memerlukan penyuluhan/promosi kesehatan dalam kehidupannya. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mempromosikan KB (Keluarga Berencana) bagi pasangan ini. Tujuannya untuk membatasi kelahiran anak karena mereka subur, tidak memiliki kelainan sehingga mudah memperoleh anak/keturunan. Disini akan dibahas mengenai alat kontrasepsi, tapi salah satunya vasektomi dan tubektomi. Memang banyak alat kontrasepsi lainnya, namun vasektomi dan tubektomi merupakan kontap (kontrasepsi mantap) jika sudah matang dalam memilih pilihannya. Dengan penyuluhan KB diharapkan angka kelahiran dan di Indonesia menurun dan tingkat kesejahteraan hidup meningkat.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Promosi Kesehatan Pasangan Usia Subur (PUS)
1. Pengertian
Pasangan usia subur (PUS) berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik.
Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan kesehatan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana, sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang.

2. Masalah dan Kebutuhan yang dialami Pasangan Usia Subur (PUS)
Dalam menjalani kehidupan berkeluarga, PUS sangat mudah dalam memperoleh keturunan dikarenakan keadan kedua pasangan tersebut normal, hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan), perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian maslah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian penggunaan alat kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti masyarakat luas.

3. Promosi Kesehatan yang diberikan pada PUS
Dewasa ini, pemerintah melakukan suatu program dalam penekanan angka kelahiran karena kebanyakan penduduk Indonesia melakukan pernikahan dalam usia dini dimana masih banyak kesempatan/masa dimana keduanya memiliki keturunan yang banyak. Untuk itu, perlunya penyuluhan dalam mengatasi masalah tersebut dengan memperkenalkan alat kontrasepsi pada pasangan tersebut.
Para petugas kesehatan harus memberi penyuluhan KB dan alat kontrasepsi, dan harus menyerahkan pilihan pada kedua pasangan tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan keinginannya. Salah satu alat kontrasepsi baik untuk pria dan wanita yaitu tubektomi untuk wanita dan vasektomi untuk pria.

v Vasektomi
Merupakan kontap atau metode operasi pria (MOP) dengan jalan memotong vas deferen sehingga saat ejakulasi tidak terdapat spermatozoa dalam cairan sperma. Setelah menjalani vasektomi tidak segera akan steril, tetapi memerlukan sekitar 12 kali ejakulasi, baru sama sekali bebas dri spermatozoa. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan kondom selama 12 kali sehingga bebas untuk melakukan hubungan seks.

v Tubektomi
Ialah tindkaan yang dilakukan pada kedua tuba fallopii wanita.
Keuntungan tubektomi adalah :
1) Motivasi hanya dilakukan satu kali saja
2) Efektivitas hampir 100%
3) Tidak mempengaruhi libido seksualis
4) Kegagalan dari pihak pasien tidak ada.
Pelaksanaan tubektomi dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan dilakukan 48 jam setelah melahirkan karena belum dipersulit dengan edema tuba, infeksi, dan alat-alat genital belum menciut.
Tubektomi dan vasektomi dilakukan pada pasangan yang tidak menginginkan anak lagi yang sering disebut kontap (kontrasepsi mantap). Dalam pemilihan kontrasepsi ini, diperlukan pemikiran yang matang.

B. Promosi Kesehatan pada Wanita Usia Subur (WUS)
Secara manual yang dimaksud wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Dimanan dalam masa ini petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan pada WUS yang memiliki masalah mengenai organ reproduksinya. Petugas kesehatan harus menjelaskan mengenai personal hyegiene yaitu pemeliharaan keadaan alat kelaminnya dengan rajin membersihkan dan penyakit yang dapat diakibatkan dari hal tersebut. WUS dianjurkan untuk menjaga diri agar tidak terikut menjadi WTS (Wanita Tunasusila).

1. Penyakit Menular Seksual
a. Penyakit Gonore
Penyakit ini paling banyak dijumpai dalam jajaran penyakit hubungan seksual. Penyebabnya Neisseria gonorhoe, tergolong bakteri diplokokus berbentuk buah kopi. Gejala umumnya adalah rasa gatal dan patas diujung kemaluan, rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran nanah diujung kemaluan dapat bercampur darah. Upaya preventif agar tidak terinfeksi gonore pada mata dilakukan pemberian tetes mata nitras argentil 1% secara crede dan tetes mata dengan antibiotika langsung pada BBL.

b. Penyakit Sifilis
Penyebab : Treponema pallidum, ordo spirochaetaeas
Yang diserang adalah semua organ tubuh, sehingga cairan tubuh mengandung treponema pallidum. Masa inkubasinya sekitar 10-90 hari dan rata-rata 3 minggu. Timbul perlukaan di tempat infeksi masuk, terdapat infiltrat (pemadatan karena serbuan sel darah putih) yang mengelupas dan menimbulkan perlukaan dengan permukaan bersih, berwarna merah dan kulit terdapat tanda radang membengkak dan nyeri. Upaya preventif yaitu melakukan pemeriksaan sebelum pernikahan.

c. Trikomoniasis
Adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh trichomonas vaginalis. Trikomoniasis pada wanita pada keadaan akut terdapat gejala lendir vagina banyak dan berbusa, bentuk putih bercampur nanah terdapat perubahan warna (kekuningan, kuning-hijau), bebau khas. Adanya iritasi pada lipatan paha dan kulit sekitar kemaluan sampai liang dubur. Dengan penyampaian penyakit pada alat kelamin maka WUS akan menjaga kebersihan kelaminnya dan tidak melakukan hubungan seks bebas.
2. Pemeriksaan Alat Kelamin
Wanita Usia Subur (WUS) harus melakukan pemeriksaan kesehatan walaupun ia memiliki siklus haid/menstruasi yang teratur. Hal ini bukan tanda bahwa wanita itu subur. Artinya WUS harus sehat bebas dari penyakit kelamin. Sebelum menikah WUS sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan agar mengetahui kondisi organ reproduksinya apakah berfungsi dengan baik.
Dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan maka akan mencegah penyakit alat kelamin.
Alat kelamin wanita sangat berhubungan dengan dunia luar yang melalui liang senggama, saluran mulut rahim, rongga/ruang rahim. Saluran telur (tuba falopi) yang bermuara dalam ruang perut. Karena adanya hubungan yang langsung ini infeksi alat kelamin wanita disebabkan oleh hubungan seks yang tidak sehat, sehingga infeksi bagian luarnya berkelanjutan dapat berjalan menuju ruang perut dalam bentuk infeksi selaput dinding perut atau disebut juga peritonitis.
Sistem pertahanan dari alat kelamin wanita yang cukup baik yaitu : dari sistem asam, biasanya sistem pertahanan yang lainnya dengan cara pengeluaran lendir yang selalu mengalir ke luar yang menyebabkan bakteri yang dibuang dalam bentuk menstruasi, sistem pertahanan ini sangat lemah, sehingga infeksinya sering dibendung dan pasti menjalar ke segala arah yang menimbulkan infeksi mendadak dan menahun. Contoh : Penyakit alat kelamin pada wanita adalah : “LEUKOREA”. Leukorea adalah keputihan, yaitu : cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan.
Leukorea dibedakan atas 2 bagian yaitu :
- Leukorea Normal (Fisiologis)
Terjadi pada fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi melalui rangsangan seksual.
- Leukorea abnormal
Terjadi pada semua infeksi alat kelamin yaitu : infeksi bibit kemaluan, liang senggama, mulut rahim dan jaringan penyangganya, dan infeksi penyakit hubungan kelamin.
Leukorea bukanlah penyakit, tetapi gejala penyakit yang dapat ditentukan dengan pertanyaan.
Yaitu :
- Kapan mulainya?
- Berapa jumlahnya?
- Serta gejalapenertanya?
Penanganannya perlu dilakukan pemeriksaan, seperti : pemeriksaan fisik umum dan khusus, pemeriksaan laboratorium/rutin.
Pemeriksaan mencakup : Pewarnaan gram, preparat basah, preparat KOH, kultur/pembiakan, dan Pap Smear.
Dibawah ini beberapa penyakit infeksi kelamin wanita yang umum terjadi dijelaskan dibawah ini yaitu :




- Infeksi Kelenjar Bartholini
Disebabkan oleh bakteri gonorea, siapolokokus atau streptococus. Pada pemeriksaannya dijumpai pembengkakan kelenjar, padat, berwarna merah, nyeri, dan panas.
Pengobatan : dengan insisi รจ yang mengurangi pembengkakan mengeluarkan isinya.
Therapy : antibiotik dosis tepat
Yang menahun dalam letak kista bartholini yang diperlukan tindakan marsupialisasi.
Yaitu operasi menyembuhkan kista dalam membuka, mengeluarkan isi dan menjahit tepi kista di irisan kulit.

- Kondiloma Akuminata
Berbentuk seperti bunga kol dengan jaringan ikat dan tertutup oleh epitel hiperkeratasis (Penebalan lapisan tanduk). Penyebabnya semacam virus sejenis virus veruka. Pengobatan pada infeksi ini dengan tungtura podofilin 10%.

- Infeksi Vagina (Vulvitis) Diabetika.
Terdapat pembengkakan vagina, merah dan terutama ada rasa gatal yang hebat, dapat disertai dengan rasa nyeri. Ini terjadi pada mereka yang berbadan relatif gemuk. Pada pemerikaan laboratorium dijumpai penyakit kencing manis.


- Infeksi Liang Senggama (Vaginitis)
Di dalam liang senggama hidup bersama saling menguntungkan beberapa bakteri yaitu hasil doderlain, stafilokokus dan streptokokus, serta hasil difteroid. Secara umum gejala infeksi liang senggama (vaginitis) disertai infeksi bagian luar (bibir), pengeluaran cairan (bernanah), terasa gatal dan terbakar. Pada permukaan kemaluan luar tampak merah membengkak dan terdapat bintik-bintik merah.

- Infeksi Spesifik Vagina
Beberapa infeksi khusus pada vagina meliputi trikomonas vaginalis, dengan gejala leukorea encer sampai kental, berbau khas, gatal dan rasa terbakar. Disebabkan oleh bakteri trikomonas vaginalis. Cara utama penularannya adalah dengan hubungan seksual. Infeksi vagina lain adalah kandidiasis vaginitis, yang disebabkan oleh jamur candida albican. Leukorea berwarna putih, bergumpal dan sangat gatal, dan pengobatan dengan mycostatin sebagai obat minum atau dimasukkan kedalam liang senggama.

- Servisitis Akuta
Infeksi ni dapat disebabkan oleh gonokokus (gonorea) sebagai salah satu infeksi hubungan seksual. Gejalanya pembengkakan mulut rahim, pengeluaran cairan bernanah, adanya rasa nyeri yang dapat menjalar kesekitarnya.



- Servisitis Menahun (Kronis)
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan. Terdapatnya perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejalanya leokorea yang kadang sedikit atau banyak dan dapat terjadi perdarahan (saat berhubungan seks).

- Penyakit Radang Panggul
Infeksi ini sebagian berkaitan dengan infeksi alat kelamin bagian atas. Bentuk infeksi ini dapat mendadak (akut) dengan gejala nyeri dibagian perut bawah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bawah :
1. Promosi kesehatan yang sangat penting bagi PUS adalah program KB untuk menekan angka kelahiran.
2. Penyakit menular seksual banyak dialami oleh wanita usia subur yang melakukan hubungan seks bebas, maka perlu penyuluhan dalam menjaga keadaan diri.
3. WUS yang tidak memeriksakan keadaan dirinya akan sering terserang penyakit kelamin misalnya : Leukorea (Keputihan yang Abnormal).

B. Saran
1. Diharapkan dengan program KB yang telah dipromosikan dapat menekan angka kelahiran dan meningkatkan kesejahteraan orang.
2. WUS harus rajin memeriksakan kesehatan dan menjaga kebersihan diri mencegah penyakit alat kelamin.
3. WUS harus menjaga diri untuk tidak berganti pasangan mencegah penyakit menular seksual.
Posted by Adhe at 4/25/2009 04:38:00 PM  
Labels: Kesehatan 


KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA 
Kondisi Umum
Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini diselenggarakan melalui pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan Sumber Daya Manusia. 
Kondisi kesejahteraan rakyat seperti kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2003 sebanyak 579.499 jiwa dengan luas wilayah 1.900,22 Km2 per segi. Jumlah penduduk tersebut bertambah menjadi 5.883.263 jiwa pada tahun 2004, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 132.188 jiwa.
Permasalahan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berkualitas adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk, masih tingginya tingkat kelahiran penduduk hal ini ditandai dengan tingginya angka kelahiran total Total Fertility Rate (TFR) pada tahun 2006 sebesar 2,78 rata-rata kelahiran Pasangan Usia Subur dan diharapkan pada tahun 2010 sebesar 2,38 rata-rata kelahiran Pasangan Usia Subur. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi, rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB, masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga, belum serasinya kebijakan kependudukan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, dan belum tertatanya administrasi kependudukan dalam rangka membangun sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang Kependudukan dan Keluarga Berkualitas tahun 2006-2010 adalah 1) Terlayaninya peserta KB aktif Pasangan Usia Subur (PUS) dan KB Baru dan peningkatan peserta KB pria; 2) Meningkatnya penggunan metode kontrasepsi yang efektif serta efisien; 3) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh-kembang anak; 4) Meningkatnya jumlah keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera-I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif; 5) Meningkatnya keserasian kebijakan kependudukan dalam rangka peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan; 
Arah Kebijakan
Pembangunan Bidang Kependudukan dan Keluarga Berkualitas Tahun 2006-2010, diarahkan pada upaya-upaya Peningkatan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran dan memperkecil angka kematian; meningkatkan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan, termasuk keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I; meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak serta peningkatan pendapatan keluarga; meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik, pendewasaan usia perkawinan; dan penguatan kelembagaan dan jaringan KB dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; Menata kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah dan penataan kebijakan administrasi kependudukan.
Pengelolaan administrasi kependudukan diarahkan pada tersedianya data base kependudukan (Bank Data Kependudukan) demi terwujudnya pelayanan prima dengan pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Dengan pelaksanaan SIAK pelayanan dokumen kependudukan (KTP, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil) dapat dilakukan dengan cepat, tepat, akurat dan terjangkau.
Program Pembangunan
Program Keluarga Berencana (KB)
Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas
Sasaran program adalah
• Menurunnya pasangan usia subur (PUS) yang ingin berKB namun tidak melayani KB (unmetneed)
• Meningkatnya partisipasi laki-laki untuk berKB
• Menurunnya angka kelahiran total (TFR)
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Pembinaan advokasi serta KIE KB 
• Pembinaan kualitas pelayanan kontrasepsi 
• Pembinaan jaminan dan perlindungan pemakai kontrasepsi
• Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
• Melakukan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi
Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas
Program ini bertujuan meningkatkan kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
Sasaran program adalah
• Meningkatnya jumlah Peserta KB aktif
• Meningkatnya cakupan dan mutu pelayanan KB dan pelayanan reproduksi yang diselenggarakan oleh masyarakat
• Meningkatnya jumlah lembaga yang secara mandiri menyelenggarakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Melakukan pelatihan dan bimbingan pelayanan dan manajemen, kesehatan reproduksi bagi institusi, dan lembaga berbasiskan masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan KB
• Menyediakan dan menyelenggarakan pertukaran informasi tentang KB serta kesehatan reproduksi
• Melakukan promosi kemandirian berKB
Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program ini bertujuan meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang
Sasaran program adalah meningkatnya pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja
Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA, termasuk advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi, dan konseling bagi masyarakat, keluarga dan remaja
Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri
Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan membina ketahanan keluarga dengan memperhatikan kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup, yaitu mulai dari janin dalam kandungan sampai lanjut usia, dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas
Sasaran program adalah meningkatnya kemampuan keluarga dalam rangka mesenjahterakan dan mendidik anak-anak sampai dengan dewasa .
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Pengembangan dan memantapkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
• Penyelenggaraan advokasi, KIE, dan konseling bagi keluarga tentang pola asuh dan tumbuh kembang anak, kebutuhan dasar keluarga, akses terhadap sumber daya ekonomi, dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga
• Pengembangan Pengetahuan dan Keterampilan Kewirausahaan melalui usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) 
• Pengembangan cakupan dan kualitas kelompok Bina Keluarga bagi keluarga dengan balita, remaja dan lanjut usia.
Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KBR yang mandiri
Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR  
Program peningkatan penanggulangan narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS
Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak
Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga
Program pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU
Program Keserasian Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan menyerasikan kebijakan kependudukan yang berkelanjutan di berbagai bidang pembangunan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah
Sasaran program adalah terwujudnya pembangunan berwawasan kependudukan dan pengintegrasian faktor kependudukan
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas
• Pengkajian perkembangan dan dinamika kependudukan di semua tingkat wilayah administrasi
• Pengintegrasian faktor kependudukan kedalam pembangunan sektoral dan daerah
Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program ini bertujuan menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk dalam memperoleh hak dasar dalam perlindungan hukum dan rasa aman, tertib dalam administrasi penduduk
Sasaran program adalah terciptanya pengelolaan informasi kependudukan dan penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Pengelolaan Informasi Kependudukan dalam kerangka Sistim Informasi Administrasi Kependudukan.
• Pelayanan dokumen kependudukan secara efektif dan efisien.
• Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan di daerah termasuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
• Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang kependudukan.
KETENAGAKERJAAN 
Kondisi Umum
Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2003 sebesar 12,34 persen. Pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 13,75 persen. Dan pada tahun 2005 diharapkan turun menjadi sebesar 12 persen. Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK) pada tahun 2003 sebesar 60,57 persen. Persentase ini bertambah menjadi 64 persen tahun 2004 dan menjadi 65 persen tahun 2005. 
Permasalahan ketenagakerjaan adalah kecenderungan meningkatnya jumlah pengangguran terbuka, menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan dan di perdesaan, dan adanya indikasi menurunnya produktivitas di industri pengolahan.
Sasaran
Menurunnya tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2006 sebesar 11,50 persen, 11,0 persen tahun 2007, 10,50 persen tahun 2008, 10,00 persen tahun 2009, dan tahun 2010 sebesar 9,60 persen
Arah Kebijakan
Pembangunan Ketenagakerjaan Tahun 2006-2010, diarahkan pada upaya-upaya:
• Menciptakan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi 
• Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja melalui peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan dan parasarana dan sarana pelatihan ketenagakerjaan.
• Mendorong pembaharuan program-program perluasan kesempatan kerja melalui pengembangan UKM, kredit mikro serta program pengentasan kemiskinan
• Mendorong perbaikan kebijakan yang berkaitan dengan migrasi tenaga kerja melalui program pendukung pasar kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar kerja dan bursa kerja.
Program Pembangunan
Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja produktif serta mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan
Sasaran program adalah terciptanya pasar kerja yang seluas-luasnya.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Mendorong penyempurnaan peraturan dan kebijakan serta program ketenagakerjaan
• Meningkatkan pemantuan dinamika pasar kerja dalam penciptaan lapangan kerja formal
• Melakukan koordinasi penyusunan rencana kerja dan informasi pasar kerja
• Peningkatan kerjasama antara lembaga bursa kerja dengan industri/perusahaan
• Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas
Sasaran program adalah terwujudnya standar kompetensi kerja dan penyelenggaraan pelatihan kerja berbasis kompetensi.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Mendorong pengembangan standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja
• Peningkatan program-program pelatihan kerja berbasis kompetensi
• Peningkatan relevansi dan kualitas lembaga pelatihan kerja
• Peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur latihan kerja
• Peningkatan sarana dan prasarana lembaga latihan kerja
• Pembangunan gedung latihan kerja
• Menyediakan sarana dan prasarana yng mendukung kegiatan kerja.
Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja
Program ini bertujuan untuk menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis antara pelaku produksi melalui peningkatan pelaksanaan hubungan indusrial yang merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan pemberi kerja.
Sasaran program adalah terciptanya perlindungan dan peningkatan fungsi-fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
• Peningkatan pengawasan, perlindungan dan penegakan hukum ketenagakerjaan
• Peningkatan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan
• Penyelesaian permasalahan industrial secara ideal, konsisten, dan transparan
• Mendukung tindaklanjut pelaksanaan Rencana Aksi Nasional (RAN) penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Keppres RI No. 59/2002)

Rabu, 14 Oktober 2009

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENURUNAN AKI DAN AKB DI DUNIA DAN INDONESIA

Kesehatan Ibu dan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kcmampuan hidup sehat bagi semua orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), umur harapan hidup dan angka kematian balita (Depkes Rl, 1991). OIeh karena itu, persalinan ibu hams mendapatkan fasilitas dan partisifasi seperti tenaga profesional, pelayanan kesehatan, partisipasi masyarakat setempat dan lainnya.
Kematian ibu atau kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting. Tingginya angka kematian maternal mempunyai dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat (L. Ratna Budiarso et al, 1996). Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama dan keluarganya bercerai berai (L. Ratna Budiarso et al, 1990). Oleh karena itu angka kematian maternal dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, khususnya indikator kesehatan ibu.
Angka kematian maternal di Indonesia dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT tahun 2001, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi pendarahan dimasa kehamilan dan persalinan.(Resty K. 2000)
Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara maju, maka angka kematian ibu/maternal di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali AKI negara ASEAN dan lebih dari 50 kali AKI negara maju (Anonimus, 1996/1997).
Pola penyakit penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh trias klasik, yaitu perdarahan (46,7 %), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%). Kasus perdarahan yang paling banyak adalah perdarahan postpartum akibat uri tunggal, sedangkan infeksi umunya merupakan komplikasi akibat ketuban pecah dini, robekan jalan lahir, persalinan macet serta perdarahan (Sarimawar Djaja et al, 1997). Faktor yang turut melatar belakangi kematian maternal adalah usia ibu pada waktu hamil tcrlalu muda ( <> 35 tahun), jumlah anak terlalu banyak (> 4 orang) dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun (Depkes RI, 1994).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilihat masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan kematian ibu pada saat hamil, bersalin dan nifas serta factor-faktor yang menyebabkan kematian bayi pada bulan pertama hingga tahun pertama dilahirkan.

1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi kematian ibu dan bayi.
2. Mengetahui penyebab kematian ibu dan bayi.
3. Mengetahui tingkat kematian ibu dan bayi.
4. Mengetahui strategi untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

1.4 Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan kematian ibu dan bayi.
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan kematian ibu dan bayi serta upaya-upaya untuk menurunkannya.
3. Memahami keberadaan fasilitas dan tenaga kesehatan dapat menurunkan kematian ibu dan bayi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kematian Ibu
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dalam ICD X mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat hamil sampai 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung pada umur kehamilan dan letak kehamilan di dalam atau di luar kandungan disebabkan oleh kehamilannya atau kondisi tubuh yang memburuk akibat kehamilan atau disebabkan oleh kesalahan dalam persalinan, tetapi tidak termasuk kematian yang disebabkan oleh kecelakaan dan kelalaian (Sarimawar Djaja et al, 1997).

2.2 Definisi Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

2.3 Sejarah Kematian Ibu
Penurunan angka kematian ibu berkaitan dengan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang professional. Seperti halnya negara maju yang memiliki tenaga maju yang memiliki tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang terorganisasi dengan baik dan terjangkau oleh masyarakat. Masalah yang dihadapi Negara berkembang adalah keraguan tentang keakuratan data tentang kematian ibu yang dikumpulkan.

• Indonesia
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 dan tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa terdapat penurunan AKI dari 390 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Data ini diperoleh dari “Sisterhood Method” suatu metode yang sangat tergantung dari kemampuan responden untuk melaporkan kematian saudara perempuannya maupun dalam menentukan kematian ibu dengan cepat. Penyebab kematian ibu langsung di Inonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partuslama, dan komplikasi abortus. Penyebab kematian langsung tersebut merupakan penyebab kematian ibu terbanyak. Penyakit kematian ibu tidak langsung adalah anemia.(Depkes RI FKM UI 2005).

2.4 Sejarah Kematian Bayi
Di dunia diperkirakan setiap tahun hampir 3,3 juta bayi lahir mati dan lebih dari 4 juta lainnya mati dalam 28 hari pertama kehidupannya. Jumlah terbesar kematian bayi terjadi di wilayah Asia Tenggara (1,4 juta kematian bayi dan 1,3 juta lahir mati). Walupun jumlah keamtian tertinggi terjadi di Asia tapi angka kematian bayi dan angka lahir mati paling besar terjadi di sub-sahara Afrika.
Penyebab utama kematian bayi erat kaitannya dengan kesehatan ibu dan pemeriksaan ibu yang diperoleh sebelum, selama, dan segera setelah melahirkan. WHO memperkirakan dari tahun 1995 hingga 2000 sebagian besar Negara di Amerika, Asia Tenggara, Eropa dan wilayah Barat Pasifik dapat menurunkan angka kematian bayi. Daerah Mediterania Timur kurang dapat menurunkan angka kematian bayi dan sedangkan Afrika justru mengalami angka kematian bayi.
Pengalaman dari Negara-negara maju memperlihatkan bahwa penurunan kematian bayi terutama kematian bayi baru lahir tidak terjadi penurunan secara substansial dalam beberapa tahun apabila penurunan kematian pada bayi yang lebih besar (post-neonatal) dan anak (childhood) telah tercapai. Pada banyak Negara, kematian bayi baru lahir mengalami penurunan lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lebih tua atau anak.
Sebenarnya penurunan kematian bayi tidak hanya tergantung dari tingginya alokasi dana untuk tekhnologi canggih sebagai contoh Kolombia dan Sri Langka dengan kematian bayi tidak lebih dari 15 kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup. Nikaragua dan Vietnam yang mempunyai angka kematian bayi 17 dan 15 per 1000 kelahiran hidup mengalokasikan dana sekitar US$45 dan US$20 per kapita 1999. Sedangkan negara-negara di Eropa Utara dengan upaya mengurangi resiko kematian akibat persalinan dan pasca persalinan dapat menurunkan angka kematian bayi.

2.5 Penyebab Kematian Ibu
Secara garis besar penyebab kematian ibu dapat dikategorikan dalam penyebab langsung dan tidak langsung (WHO, 1998):
1. Penyebab langsung (Direct obstetric deaths), yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetric pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebakan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat-akibat tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil,bersalin atau nifas, seperti perdarahan, toxemia dan infeksi.
2. Penyebab tak langsung (Indirect Qbstetric deaths), yaitu kemajian ibu yang disebabkan oleh penyakit yang bukan komplikasi obstetri,yang berkembang atau bertambah berat akibat kehamiian, persalinan dan nifas.
Sarimawar Djaja dkk (1997) melaporkan bahwa 84% kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetrik langsung dan di dominasi oleh tiga sebab utama (trias klasik), yaitu perdarahan (46,7%), toxemia (14,5 %) dan infeksi (8%).
Kematian ibu akibat perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum, perdarahan post partum, kehamiian ektopik, perdarahan akibat robekan rahim dan abortus (Erika Royston dan Sue Amstrong, 1994).
Kematian ibu akibat toxemia (keracunan kehamilan) dapat terjadi karena pre-eklampsi dan eklampsi.
Kematian ibu akibat infeksi dapat terjadi karena tractus genitourinarius (infeksi saluran genital), baik setelah persalinan atau pada saat masa nifas. Infeksi ini dapat terjadi oleh berbagai cara, antara lain melalui penolong persalinan yang tangannya tidak bersih dan menggunakan instrumen yang kotor, memasukkan benda asing ke vagina selama persalinan seperti jamu/ramuan.
Selain trias klasik penyebab lain dari kematian ibu adalah ketuban pecah dini, uri tunggal tanpa perdarahan, robekan jalan lahir, persalinan macet (biasanya karena tulang panggul ibu terlalu sempit) dan ruptura uteri serta psikosis masa nifas (Sarimawar Djaja, 1997).
Penyebab tak langsung kematian ibu meliputi penyakit-penyakit sistim sirkulasi saperti emboli (segala sesuatu yang menyebabkan tersumbatnya penibuluh darah), penyakit saluran pernafasan, infeksi dan parasit, terutama akibat penyakit menular seksual, dan anemia. (Erika Roystone &, Sue Amstrong , 1994; Sarimawar Djaja et al, 1997).
Departemen Kesehatan RI (1994) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dalam 3 faktor, yaitu :
• Faktor medik
Beberapa faktor medik yang melatarbelakangi kematian ibu adalah faktor resiko tinggi (high risk group), yaitu primigravida (umur <> 35 tahun), jumlah anak > 4 orang dan jarak persaiinan terakhir < 2 tahun, tinggi badan < 145 cm, berat badan < 38 kg atau lingkar lengan atas (lila) < 23,5 cm, riwayat penyakit Keluarga dan kelainan bentuk tubuh, riwayat obstetric buruk dan penyakit kronis. Seiain itu komplikasi kehamiian, persaiinan dan masa nifas adalah penyebab langsung kematian maternal, yaitu perdarahan pervaginum, infeksi, keracunan kehamiian, komplikasi akibat partus lama dan trauma persalinan.
Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk keadaan ibu pada saat hamil yang berperan dalam kematian ibu adalah kekurangan gizi dan anemia (Hb' < 8 gr%)serta bekerja fisik berat selama kehamiian, yang memberikan dampak kehamilan yang kurang baik berupa bayi berat lahir rendah dan prematuritas.
• Faktor non medik
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal adalah kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal, terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamiian resiko tinggi, ketidakberdayaan sebagian besar ibu-ibu hamil di pedesaan dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk dan membiayai biaya transportasi dan, perawatan di rumah sakit.

• Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang memicu tetap tingginya angka kematian maternal adalah belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan kelompok resiko, masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah oleh dukun yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya.

2.6 Penyebab Kematian Bayi
Bayi yang berumur di bawah 1 tahun meliputi 2,5 persen dari seluruh penduduk, tetapi kematian bayi mencapai 27 persen dari kematian semua golongan umur. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahuu 1986 di 7 provinsi menunjukkan bahwa 4 penyebab kematian utama pada bayi-tetanus, gangguan perinatal, diare dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)~meliputi lebih dari duapertiga seluruh kematian bayi yang diperkirakan 379.800 pada tahun 1985 (Tabel 2.5). Dari jumlah kematian tersebut, 28 persen disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, difteria dan batuk rejan. Suatu sebab utama lainnya (hampir 1 di antara setiap 5 kematian bayi) adalah trauma persalinan dan gangguan perinatal lainnya; dan, di samping itu sebanyak 4 persen akibat kelainan bawaan. Gangguan perinatal dan kelainan bawaan ini umumnya dapat I dipengaruhi oleh keadaan kesehatan dan gizi yang kurang pada masa kehamilannya, selain kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan persalinan. Tetanus I merupakan sebab dari 19 persen kematian bayi, dan terutama sebagai sebab dari kematian bayi di bawah umur 1 bulan yang merupakan 40 persen kematian bayi neonatus. Kematian sebab tetanus neonatorum erat hubungannya dengan tindakan yang I dilakukan pada waktu pertolongan persalinan serta perawatan pasca persalinan termasuk cara merawat tali pusat.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) seperti yang dilakukan pada tahun 1986 itu sudah pemah dilakukan sebelumnya pada tahun 1980. Sekalipun antara kedua survei tersebut ada perbedaan dalam jumlah sampel dan metoda klasifikasi penyebab kematian, akan tetapi bilamana data tersebut dianalisa secara hati-hati, maka data dari kedua survei tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama: Keempat penyebab kematian utama pada tahun 1980 masih merupakan penyebab kematian utama pada tahun 1986. Akan tetapi peran keempat penyebab utama tersebut sudah berkurang dari tigaperempat menjadi duapertiga dari seluruh kematian bayi. Walaupun angka kematian bayi dari basil kedua survei tersebut menunjukkan penurunan, yaitu dari 100 menjadi 71,8 per 1000 KH, tetapi proporsi dari 7 penyebab utama adalah tetap meliputi 83,0 persen, baik pada tahun 1980 maupun 1986.
Kedua: Tetanus merupakan penyakit pembunuh utama dalam tahun 1980 dan dalam tahun 1986 masih tetap merupakan demikian. Meskipun angka kematian disebabkan tetanus sudah menurun, yaitu dari 1978,5 per 100.000 KH menjadi 1383,5 per 100,000 KH, tetapi kematian disebabkan tetanus masih meliputi kurang lebih 70.000 kematian bayi dalam tahun 1985, yaitu lebih dari 1 untuk setiap 5 kematian bayi. Proporsi ini tidak berubah dibandingkan dengan keadaan tahun 1980.

2.7 Tingkat Kematian Maternal Ibu
Tingkat kematian matemal dinyatakan dengan beberapa ukuran, yaitu MMRatio, MMRate, Life Time Risk (resiko kematian selama hidup) dan proporsi kematian karena sebab maternal pada keiompok umur reproduksi (S. Soemantri,1997).
Berdasarkan kesepakatan internasional,maka ukuran tingkat kematian maternal yang digunakan adalah MMRatio, yaitu kematian maternal untuk periode tertentu (biasanya 1 tahun) per 1000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
Kemajuan ilmu kedokteran telah memberi hasil yang menggembirakan bagi menurunnya angka kematian ibu. Di Inggris, angka kematian maternal menurun dari 442 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1928 menjadi 25 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1970 (Hanifa S, 1992), sedangkan Malaysia mengalami penurunan angka kematian maternal yang cukup pesat dari 150 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1970 menjadi 30 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan sosial ekonorni dan dukungan kebijakan pemerintah yang menyebabkan fasilitas kesehatan berfungsi secara baik.
Sementara di Indonesia belum di dapati data angka kematian ibu yang tepat sebab belum ada system pendaftaran kematian dan kematian yang berlaku sccara ketat. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992 memperkirakan MMRatio sebesar 455 per 100.000'kelahiran hidup, sedangkan SKRT tahun 1995 membuat perkiraan yang lebih rendah , yaitu 384 per 100.000 kelahiran hidup, namun untuk luar Jawa-Bali angkanya adalah 469 per 100.000 kelahiran hidup (S.Soemantri, 1997).
Jumlah angka kematian ibu di Indonesia sangat bervariasi, yang tertinggi di NTB 134 per 100.000 kelahiran hidup, Aceh (1996) 421 per 100.000 kelahiran hidup, Jawa Timur 98,9 per 100.000 kelahiran hidup, Jawa Barat 490 per 100.000 kelahiran hidup, DJY 130 per kelahiran hidup (Poehjati Poedji, dkk 2003)
Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI dari hasil Survei Keserhatam Rumah Tangga (SKRT) 1985 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 1992 menurun menjadi 404 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 AKI di Indonesia adalah sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkankan dengan negara-negara tetangga ASEAN, yaitu pada tahun 1994 AKI di Vietnam 1231,FiIipina 100,Brunai 60, Malaysia 59, Thailand 50, dan Singapura hanya 10 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut SKRT tahun 2001 AKI di Indonesia adalah sebesar 343 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangakan menurut Survei Dernografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 AKI turun menjadi 307 per l00.000 kelahiran hidup.

2.8 Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dan Surkesnas/Susenas. Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup menggembirakan meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1971 AKB diperkirakan sebesar 152 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 117 pada tahun 1980, dan turun lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Sedangkan AKB menurut hasil Surkesnas/Susenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup.
Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir tersebut memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan cakupan imunisasi bayi, peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, penempatan bidan di desa, dan meningkatnya proporsi ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi.
Bila dilihat menurut jenis kelamin, angka kematian bayi pada laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan, sebagaimana terlihat pada gambar berikut.

Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian yang disurvei pada SKRT 1992, 1995 serta Surkesnas tahun 2001 diperoleh gambaran proporsi sebab utama kematian bayi sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

SKRT 1992 SKRT 1995 SURKESNAS 2001
Jenis penyakit Jenis penyakit Jenis penyakit
1. ISPA
2. Diare
3. Tetanus Neonatorm
4. Penyakit Sist Syaraf
5. Gangguan Perinatal
6. Difteria, Pertusis, dan Campak 36,0
7. Penyakit Sistem Pernafasan
8.Gangguan Perinatal
9. Diare

10. Penyakit Sist Syaraf
11. Tetanus
12. Infeksi dan Parasit


13. Gangguan Perinatal
14. Sistem Pernafasan
15. Diare
16. Sistem pencernaan
17. Gejala tidak jelas
18. Tetanus
19. Saraf

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola penyakit penyebab kematian bayi dari tahun 1992 dan 1995 tidak terlalu banyak mengalami perubahan dan masih didominasi oleh penyakit infeksi. Sedangkan pada tahun 2001 gangguan perinatal menduduki peringkat pertama, yang diperkirakan karena kualitas pemeriksaan ibu hamil dan pertolongan persalinan masih perlu ditingkatkan walaupun cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah meningkat

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Strategi Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
Terjadinya kematian maternal di negara-negara berkembang biasanya di dahului oleh berbagai masalah, misalnya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, status wanita yang rendah, sanitasi dan gizi yang buruk, tranportasi dan pelayanan kesehatan yang terbatas. Bila masalah tersebut teratasi, maka angka kematian ibu dapat diatasi.namun bila masalah tersebut belum dapat diatasi, maka Mainne et al (1993) dalam WHO (I998)menyatakan bahwa kematian ibu dapat juga dicegah dengan pendekatan sebagai berikut :
1. Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita untuk hamil.
Selama seorang wanita tidak berada dalam kehamilan, ia tidak mempunyai resiko untuk mati. Dengan demikian menurunkan angka kesuburan wanita merupakan cara yang efektif untuk mcncegah kemungkinan menjadi hamil sehingga menghilangkan resiko kematian akibat kehamilan dan persalinan.
Keikutsertaan ber-KB berhubungan dengan resiko kematian seumur hidup (life time risk)seorang wanita, yang merupakan fungsi dari aspek kemungkinan selamat dalam menjalani kehamilan dan jumlah kehamilan rata-rata yang dialami wanita. Keikutsertaan ber-KB mencegah kematian ibu melalui aspek yang kedua.
2. Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi dalam kehamilan/persalinan.
Analisis menunjukkan bahwa kebanyakan kejadian komplikasi obstetri tidak dapat dicegah atau diperkirakan sebelumnya. Disamping itu telah diketahui bahwa wanita dalam kelompok umur <> 35 tahun mempunyai resiko lebih besar terhadap kematian ibu. Namun asuhan antenatal yang berkualitas dan pertolongan persalinan yang aman akan berperan penting dalam menghasilkan ibu dan bayi yang sehat pada akhir kehamilan,disamping pcrlunya persiapan terhadap keadaan darurat obstetri yang tidak terduga bagi setiap ibu hamil.
3. Mencegah/memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi kehamilan/persalinan.
Walaupun kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat dicegah dan dan diperkirakan sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi itu tidak dapat ditangani. Mengingat bahwa setiap ibu beresiko untuk mengalami komplikasi obstetri, maka mereka perlu mempunyai akses terhadap pefayanan kegawatdaruratan obstetric sehingga semua kematian ibu dapat dicegah.
Fasilitas, Tenaga dan Cakupan Program
Kematian ibu sangat erat hubungannya dengan kemajuan ilmu kedokteran, fasilitas yang ada dalam pelayanan kebidanan, mutu tenaga yang memberi pelayanan dan factor sosial ckonomi. (H. Hutabarat, 1980).
Kesehatan ibu dan anak (KIA) mempunyai tujuan akhir bagi angka kematian bayi, anak balita dan kematian ibu/maternal. Untuk keberhasilan program tersebut harus di dukung oleh keberadaan fasilitas dan tenaga yang memadai dan profesional untuk mendapatkan cakupan program yang setinggi-tingginya.
Strategi yang dilakukan pemerintah adalah 7 T yaitu:
• terlalu muda,
• terlalu tua,
• terlalu sering,
• terlalu banyak, terlambat mengambil keputusan,
• terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan
• terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ada pendekatan yang dikembangkan untuk meniirunkan angka kematian ibu yang disebut MPS atau Making gnancy Safer. 3 (tiga) pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai).
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

3.2 Strategi Untuk Menurunkan Angka Kematian Bayi
1. Pemberian Asi
Bayi-bayi yang diberi air susu ibu jarang sakit dan cukupmendapat makanan lengkap dibandingkan dengan bayi yangdiberi makanan lain .Karena itu ,pemberian susu botol ,terutama di lingkungan Keluarga ,masyarakat miskin,merupakan ancaman bagi jiwa dan kesehatan jutaan anak .Air susu ibu adalah satu-satunya makanan dan minuman terbaik bagi bayi dalam uisa empat sampai enam bulan pertama kehidupannya .Bayi harus mulai mendapat air susu ibu secepatnya setelah lahir .Dimana sebenarnya setiap ibu mampu menyusui anaknya .Untuk menghasilkan susu yang cukup bagi kebutuhan bayi ,diperlukan penghisapan seserimg mungkin. Pemberian susu botol dapat menyebabkan sakit parah dan kematiaan.Pemberian air susu ibu harus dilanjutakan sampai anak berusia dua tahun,dan bila mungkin lebih lama.
2. Upaya dehidrasi oral (ORAL)
Diare menyebabkan dehidrasi(kehilangan air dari tubuh atau jaringan),yang mengakibatkan kematian sekitar 3,5 juta anak setiap tahun .Diare juga merupakan penyebab utama kekurangan gizi pada anak-anak .Namun demikian upaya dehidrasi oral (URO)dapat digunakan untuk mencegah atau merwat dehidrasi yang disebabkan diare yang merupakan sebab umum dari kematian anak balita . Dalam tahun 1990an promosi oralit atau larutan garam dan gula yang merupakan atau jenis lain dari larutan dehidrasi yang dibuat di rumah. Telah memberikan terapi ini kepada kira-kira 20 % dari oranmg tua di dunia dan kini menyelamatkan kira-kira 600.000 jiwa setiap tahun.
3. Imunisasi
Sejauh ini, tempat uji coba utama persekutuan besar bagi anak-anak adalah usaha untuk menyediakan imunisasi. Imunisasi di dunia berkembang tidak semudah atau seotomatis untuk sebagian besar orang tua sebagaimana di dunia industri. Dan kalau kita ingin agar mereka mau membawa anak yang tidak sakit ke klinik tiga atau empat kali dalam tahun pertama dari masa hidup anak-anak tersebut, jadwal imunisasi yang dianjurkan oleh WHO adalah sebagai berikut :
• Habis lahir- BCG untuk Tuberclosa dan vaksin polio pertama (OPV1)
• 6 minggu – suntikan pertama terhadap dipteri, batuk rejan dan tetanus atau DPT 1 dan OPV2
• 10 minggu – DPT2 dan OPV3
• 14 minggu – DPT2 dan OPV4
• 9 bulan – Campak
Di beberapa Negara vaksinasi DPT dan polio diberikan hanya 2 dosis saja dan vaksinasi campak diberikan setelah 12 bulan. Maka semua orang harus diberi tahu dari semua sumber yang ada bahwa pemberian vaksinasi lengkap sangat diperlukan untuk melindungi jiwa dan pertumbuhan normal anak-anak mereka diantara penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang paling berbahaya.
Dalam lima tahun belakangan ini, imunisasi telah menghimpun momentum baru. Adalah sangat penting saat ini untuk mempertahankan momentum itu. Dan dalam tahun 1980 an hany ada tiga infeksi yang dapat dicegah oleh vaksin – campak, batuk rejan, dan tetanus – yang telah membunuh kurang lebih dari 25 juta jiwa nak-anak kecil – lebih dari seluruh penduduk dibawah umur 5 tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Kita mempunyai sarana yang murah untuk menghentikan pembunuhan yang keji itu dan menghentikannya dalam beberapa tahun ini. Kalau tidak memanfaatkan sarana itu, maka pengakuan kita tentang peradaban dunia dan harapan kita bagi kemajuan manusia tidak akan bertahan terhadap pengujian lebih lanjut.
Melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dunia telah menentukan sasaran untuk mengimunisasikan sebagian besar anak-anak terhadap enam jenis penyakit utama pada tahun 1990 an. Tidak ada satupun yang pernah mencapai cakupan imunisasi 100 persen. Negara-negara berkembang telah menentukan target dengan 80%, yang dianggap sebagai tingkat minimum yang dapat diterima ( cakupan di Negara-negara industri hanya lebih 70% untuk DPT, dan dibawah 80% untuk Campak dan Folio). Apabila cakupan imunisasi mencapai 80% atau lebih, pola penyebaran penyakit akan terpengaruhi, dan suatu tingkat perlindungan akan terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi (asal tersebar merata dan tidak terpusat di daerah-daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah). Tetanus, yang diakibatkan oleh kelahiran tidaj higienis, telah membunuh sekitar 800.000 anak yang baru lahir setiap tahun. Dua vaksinasi dengan Tetanus Toxoid diwaktu hamil atau satu dosis tambahan untuk seorang ibu yang sudah divaksinasi akan melindungi anak yang baru lahir sampai anak tersebut divaksinasi. Separuh dari bayi dunia berkembang kini sedang diimunisasi dengan vaksin BCG, difteria, batuk rejan, Tetanus dan polio sebelum usia 12 bulan, 39% sedang diimunisai terhadap campak, 28% wanita hamil di Negara-negara berkembang diimunisasi terhadap tetanus. Dan dengan segala keuletan dan ketekadan yang diperlukan, sasarn tersebut harus dicapai. Dan apabila ada insentif lain yang dibutuhkan, perlu kiranya disebutkan bahwa penciptaan system universal untuk imunisasi mutlak perlu bagi penyampaian vaksin-vaksin baru misanya, terhadap malaria dan AIDS-yang mungkin sekali dikembangkan dalam 10 tahun mendatang.
Dengan demikian imunisasi tantangan komunikasi yang permanent. Dan masih banyak yang harus dilakukan.
Di Indonesia, sukses dalam mobilisasi ratusan anggota ribu anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai kader gizi yang aktif telah menghasilkan berdirinya sampai 133.000 Posyandu atau pos pelayanan terpadu, yang sekarang mendukug lebih dari separuh orang tua Negara itu dalam menyediakan satu paket terpadu cara-cara yang murah untuk melidungi kesehatan dan pertumbuhan normal anak-anak. Melalui imunisasi, rehidrasi oral, Keluarga berencana, promosi pemberian air susu ibu, perawatan pra-natal, dan pemantauan pertumbuhan setiap bulan. Posyandu mungkin akan berhasil memberi kuasa kepada orang tua untuk mengurangi angka kematian anak tahun 1980 dengan 50% atau lebih pada akhir dasawarsa ini.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang tertinggi memberikan dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat. Kematian ibu dan anak masih merupakan masalah kesehatan reproduksi di dunia terutama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dunia dan Indonesia masih terus memikirkan upaya-upaya untuk menurunkan tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Adapun upaya yang telah dilakukan diantaranya :
- Pemberian ASI Eksklusif
- Mencegah terjadinya komplikasi persalinan pada ibu hamil
- Imunisasi
- Memeriksakan kandungan minimal empat kali selama masa kehamilan
- Memberikan zat besi yang cukup untuk ibu hamil

4.2 Saran
1. Kesehatan ibu dan anak dapat lebih ditingkatkan dengan cara menjarangkan kelahiran paling sedikit antaradua tahun, dengan mencegah kehamilan sebelum usia 18 tahun, dan dengan mem-batasi kehamilan hingga empat kali.
2. Untuk mengurangi bahaya-bahaya pada saat melahirkan, semua wanita yang hamil harus memeriksakan diri kepada petugas kesehatan, agar mendapatkan perawatan sebelum melahirkan, dan setiap kelahiran bayi harus dibantu oleh bidan yang terlatih.
3. Selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi, air susu ibu adalah satu-satunya makanan dan minuman yang paling baik Setelah berusia empat hingga enam bulan, bayi memerlukan makanan lain di samping air susu ibu.
4. Anak-anak di bawah usia tiga tahun memerlukan makanan khusus. Mereka perlu makan lima atau enam kali sehari datf makanannya harus diperkaya dengan sayuran yang dihaluskan dan sedikit lemak atau minyak.
5. Penyakit diare dapat menyebabkan kematian karena anak kehilangan terlalu banyak cairan di tubuhnya. Karena itu cairan yang hilang ketika anak berak cair atau mencret, hari diganti dengan cara memberinya minum cairan yang tepat misalnya air susu ibu, bubur cair, sup, atau larutan ORALIT.
Bila penyakimya lebih parah dari biasa, anak memerlukan pertolongan dari petugas kesehatan dan minum larutan ORALIT. Agar cepat sembuh, anak yang menderita diare perlu diberi makan.
6. Imunisasi akan melindungi anak-anak terhadap beberapa penyakit yang menghambat pertumbuhan, menyebabkan kelemahan, dan kematian. Semua imunisasi hams diberikan pada tahun pertama. Setiap wanita bemsia subur hams diimunisasi terhadap tetanus.
7. Biasanya batuk dan pilek akan sembuh dengan sendirinya. Tetapi, bila anak yang batuk bernafas lebih cepat dari biasa, anak tersebut sakit parah dan perlu cepat dibawa ke Puskesmas. Anak yang batuk dan pilek haras diberi makan dan perlu banyak minum.
8. Banyak penyakit disebabkan oleh kuman penyakit yang masuk mulut. Hal ini dapat dicegah dengan cara buang air besar di kakus, mencuci tangan dengan air dan sabun setelah buang air dan sebelum menangani makanan, serta mendidihkan air untuk diminum.
9. Penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Setelah sembuh dari sakit, setiap hari selama satu minggu, anak memerlukan makanan tambahan untuk mengejar pertumbuhan yang terhenti sebagai akibat dari sakit.
10. Anak-anak yang berusia tiga bulan hingga enam tahun, harus ditimbang setiap bulan. Jika dalam waktu dua bulan, berat badannya tidak bertambah, pasti ada masalah.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Pemerintah Republik Indonesia-UNICEF.1989. Analisa Situasi Anak dan Wanita di Indonesia. Jakarta: Pemerintah RI-UNICEF.
2. Grant,P.James.1989.Situasi Anak-anak di Dunia 1988. Jakarta: Kantor Perwakilan UNICEF untuk Indonesia.
3. Benson dkk.1994.10 Petunjuk Bagi Kesehatan Ibu dan Anak. Medan: Pustaka Widyasarana.