MAKALAH
PERUBAHAN PRILAKU
SETELAH PROMOSI KESEHATAN
DISUSUN OLEH :
1. Dwi Rhaudatun Naimah (S.08.)
2. Kartika Dewi (S.O8.355)
3. Norhayati (S.08.366)
4. Sali Marcalina(S.08.)
5. Yulia(S.08.388)
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2008 / 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan yang berjudul “Perubahan prilaku setelah promosi kesehatan”.
Dalam pembuatan karya tulis ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan ini dapat selesai pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Guru-guru dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan semoga dengan selesainya tugas ini dapat bermanfat bagi pembaca dan teman-teman. “amin”
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.
Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
2. Rumusan Masalah
PROMOSI KESEHATAN DAN PERILAKU
BENTUK-BENTUK PERUBAHAN PERILAKU
STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU
KOMUNIKASI PERUBAHAN PRILAKU
PERILAKU MASYARAKAT SEHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
PROMOSI KESEHATAN DAN PERILAKU
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu kelompok, atau masyarakat (Blum;1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku, secara garis besar dapat dilakukan melalui 2 upaya yang saling bertentangan yaitu;
1. Tekanan (enforcement)
Upaya enforcement ini bisa dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan (Law enforcement), instruksi-instruksi, tekanan-tekanan (fisik atau non-fisik), sanksi-sanksi dsb. Pendekatan atau cara ini biasanya menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku ini tidak langgeng (sutainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.
2. Pendidikan (education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dsb melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersif (memaksa). Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat maka akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence green (1980), menurut Green perilaku dipengaruhi 3 faktor utama yaitu;
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Pemungkin/ Enambling
3. Faktor Penguat / Reinforcing
Dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas.
BENTUK-BENTUK PERUBAHAN PERILAKU
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3 yaitu
1. Perubahan Alamiah (natural change)
Perilaku manusia selalu berubah. sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Misalnya Bu Ani apabila sakit kepala membuat ramuan daun-daunan yang ada dikebunnya. Tapi karena perubahan kebutuhan hidup, maka daun-daunan untuk obat tersebut diganti dengan tanaman-tanamn untuk bahan makanan. Maka ketika ia sakit, dengan tidak berpikir panjang lebar lagi bu Ani berganti minum jamu buatan pabrik yang dapat dibeli diwarung.
2. Perubahan Terencana (planned change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek misalnya pak Anwar adalah perokok berat. Karena pada suatu saat ia terserang batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi merokok sedikit demi sedikit dan akhirnya berhenti.
3. Ketersediaan untuk berubah (readdiness change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat , maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU
Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan prilaku oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan
Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan meninbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Perubahan prilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersipat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
3. Diskusi partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktip berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang mereka peroleh akan lebih mantap juga bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Cara ini akan memakan waktu lebih lama dari cara yang kedua, dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama.
Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Promosi Kesehatan
Dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengembangkan kapasitas jaringan, KuIS membuka kesempatan bagi mitra lokal yang termasuk jaringan koalisi untuk mengajukan proposal program komunikasi perubahan perilaku untuk meningkatkan kesehatan di wilayah masing-masing. Setelah melalui proses seleksi, dari 60 proposal yang diajukan terpilih 15 program untuk didanai melalui skema small grant dari USAID.
Ke- 15 program komunikasi yang terpilih berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, kesehatan reproduksi, serta sanitasi dan kesehatan lingkungan, sebagai berikut:
• Program penanggulangan penyakit TBC diusulkan di Kabupaten Bima, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bandung, Kota Mataram, Jakarta dan Nias. Dalam program ini mitra KuIS melaksanakan kegiatan penjangkauan dan pemeriksaan suspect, pelatihan kader, serta pendampingan pasien dalam menjalani pengobatan. Melalui kerjasama ini, sedikitnya ditemukan 210 kasus TBC baru setelah dilakukan penyuluhan, penjangkauan dan pemeriksaan terhadap suspect diberbagai daerah. Sebagian besar dari mereka masih menjalani pengobatan dengan DOTS dan didampingi oleh para PMO (Pengawas Minum Obat) terlatih.
• Program peningkatan kesehatan reproduksi di propinsi Sumatera Utara, terutama di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, dan Kota Medan. Kini, di Kabupaten Langkat sudah terbentuk jaringan kesehatan keluarga yang memiliki 887 anggota. Mereka telah dilatih dan terus didampingi oleh para relawan dari koalisi lokal untuk melaksanakan perannya sebagai kader.
• Program sanitasi dam kesehatan lingkungan di Kabupaten Dairi (Sumatera Utara) dan Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat). Program ini berhasil mendorong masyarakat Dairi untuk melaksanakan gotong-royong dan mengumpulkan iuran untuk membuat alat penyaringan air, sumur dan septic tank. Sedangkan di Kota Mataram, kini telah terbentuk kelompok kerja untuk perbaikan kondisi kesehatan lingkungan di tiga desa.
PERILAKU MASYARAKAT SEHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitmya tersebut. tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasannya bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun symptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah pasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsip dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit dan takut biaya.
2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti yang telah diuraikan. alasan tambah dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasr pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapan mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Mencari pengobatan kepasilitas-pasilitas pengobatan tradisional(traditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan lain. Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada ditengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima olah masyarakat dari pada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, juga oengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung –warung obat dan sejenisnya termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah serius.
5. Mencari pengobatan kepasilitas-pasilitas pengobatan modern yang diadakan pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit.
6. Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan dalam menyiapkan diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua lingkungan komunitas.
2. Saran
Sebaiknya kita berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan masyarakat didukung oleh adanya kesadaran dan pemahaman tentang bidang yang diberdayakan, disertai kemauan dari kelompok sasaran yang akan menempuh proses pemberdayaan. Dengan begitu, kegiatan promosi kesehatan akan berlangsung dengan sukses.
Daftar Pustaka
World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari : http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
http://id.wikipedia.org/wiki/promosi kesehatan, diakses tanggal 25 September 2008
Iqi, Iqbal, 2008, Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com, diakses tanggal 15 Oktober 2008.
Kapalawi, Irwandi, 2007, Tantangan Bidang Promosi Kesehatan Dewasa Ini, dalam Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008.
Tawi, Mirzal, 2008, Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil dari http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalam-promkes, diakses tanggal 15 Oktober 2008
Taylor, Shelley E., 2003, Health Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill.
WHO, 1986, The Ottawa Charter for Health Promotion, Geneva: WHO, dari http://www.who.int/health promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal 25 September 2008.
WHO, 1998, Health Promotion Glossary, Geneva: WHO.
Senin, 02 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)